Merujuk pada firman-Nya
dalam QS.Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku”. Penetapan dalam hal ini dapat dilihat
dari segi vertical dan horizontal. Artinya, setiap manusia mempunyai tanggungan
kepada sang pencipta dan juga lingkungannya (manusia dan alam). Dengan
demikian, wajib hukumnya seseorang dalam menjalankan tugasnya disertai dengan
ilmu yang didapat melalui proses pendidikan. Manusia mengalami proses
kependidikan yang bersasaran pokok pada 3 H: head, heart, and hand.
Terus berlangsung sampai mendekati waktu ajalnya.
Jika dilihat dari segi kemampuan dasar paedagogis,
manusia dipandang sebagai “homo edukandum,”
makhluk yang harus dididik, atau bisa disebut “animal educabil”, makhluk
sebangsa binatang yang bisa dididik, maka jelaslah bahwa manusia tu sendiri
tidak dapat terlepas dari potensi psikologis yag dimilikinya secara individual
berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual manusia
lainnya. Dengan berbeda-beda itulah, fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah
melakukan seleksi melalui proses kependidikan atas diri pribadi manusia. Proses
seleksi tersebut menuju kepada dua arah, yakni:
a. Menseleksi bakat dan kemampuan apa sajakah yang
dimiliki manusia untuk selanjutnya dikembangkan melalui proses kependidikan.
b. Menseleksi sampai dimanakah kemampuan manusia dapat
dikembangkan guna melaksanakan tugas hidupnya dalam hidup bermasyarakat.
Dengan demikian, maka dapat
diketahui dan diramalkan titik maksimal perkembangan yang akan menjadikan anak survive
dalam masyarakat yang senantiasa berkembang. Dengan kata lain, proses
kependidikan bagi manusia adalah usaha yang sistematis dan berencana untuk
menseleksi kemampuan belajar manusia agar dapat berkembang sampai pada titik
optimal kemampuannya yaitu kemampuan mengembangkan potensi kapabitasnya
semaksimal mungkin, melalui proses belajar-mengajar. Dari segi sosial
psikologis, manusia dalam proses pendidikan juga dapat dipandang sebagai
makhluk yang sedang bertumbuh dan berkembang dalam proses komunikasi antara
individualitasnya dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya dan proses ini
dapat membawanya kea rah pengembangan sosialitas dan kemampuan moralitasnya
(rasa kesusilaannya). Dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan atau
perkembangan secara dialektis atau secara interaksional antara individualitas
dan sosialitas serta lingkungan sekitarnya, sehingga terbentuklah suatu proses
biologis, psikologis dan sosiologis sekaligus dalam waktu bersamaan.[1]
[1]
Prof. H. M. Arifin, M.Ed., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2000), Hlm. 57-59.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan