,

paradigma tafsir tekstuaL & kontekstual: usaha memaknai kembali pesan Al-Quran



Oleh: Dr. H. U. Syarifudin.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet-1, 2009.

A.    Kesimpulan
Dari hasil kajian penulis tentang tafsir yang berorientasi tekstual dan kontekstual tentang makna Islam dan konsep keselamatan dalam Al-Quran maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
1.      Kecenderungan atau orientasi tekstual (al-ittijah an-nassi) dan kontekstual (al-ittijah al-waqi’) dalam tradisi tafsir al-quran tidak terlepas dari paradigm yang mendasari kedua tafsir itu. Paradigm yang dimaksud di sini meliputi persoalan hakikat tafsir tekstual dan kontekstual, asumsi dasar, prinsip atau akidah, dan parameter kebenaran (validitas) kedua tafsir tersebut. Selanjutnya, implikasi kedua orientasi tafsir itu memahami terma islam dan konsep keselamatan dalam al-quran. Meski berbeda orientasi, keduanya tidak perlu dipertentangkan, bahkan justru bisa saling melengkapi. Asumsi dasar tafsir yang beroriantasi tekstual adalah al-quran secara verbal-tekstual merupakan firman Tuhan yang diberlakukan di setiap waktu dan tempat (salih li kulli zaman wa makan). Oleh karena itu, al-quran mesti dipahami secara lahiriah menurut makna aslinya untuk menghindari penyelewengan makna. Al-quran diyakini merupakan sumber kebenaran tunggal dan doktrin keagamaan yang telah baku. Sedangkan prinsip atau akidah yang dipegang dalam aktivitas penafsirannya adalah al-ibrah bi ‘umum al-lafz la bi khusus as-sabab (ketetapan makan itu didasarkan pada universalitas (keumuman) teks, bukan pada partikularitual (kekhususan) sebab. Sedangkan parameter kebenaran tafsirnya adalah kebenaran berada pada tataran tekstual (harfiah), yaitu dalam pengertian makna teks sebagaimana yang dikatakan oleh teks secara tersurat, sedangkan diluar atau di balik teks dianggap bertentangan dengan, atau paling tidak merusak, makna asli teks. Sebaliknya, asumsi dasar tafsir kontekstual adalah al-quran merupakan kitab yang salih li kulli zaman wa makan, sebagai kitab petunjuk (hudan) yang berlaku sepanjang masa. Meski demikian, keberlakuan alquran itu harus dipahami dalam konteks prinsip-prinsip dan semangat substantifnya, progesivitas, dan kontekstualitasnya, yaitu dalam pengertian bahwa ayat-ayat al-quran harus didialogkan dengan realitas kekinian sehingga dapat memberikan solusi terhadap berbagai problematika kemanusiaan. Prinsip-prinsip universalitas-substantif tidakselalu tertuang dalam pernyataan ayat secara tersurat, tetapi sering kali hanya secara implisit yang bisa diketahui apabila pemahaman atas ayat-ayat al-quran tidak dilakukan secara harfiah atau parsial. Adapun prinsip atau akidah yang diyakini orientasi tafsir ini adalah al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi ‘umum al-lafz (ketetapan makna itu didasarkan pada partikularitas (kekhususan) sebab, bukan pada universalitas (keumuman) teks). Bahkan prinsip yang diyakini, terutama oleh kalangan kontemporer sudah melangkah pada kaidah al-‘ibrah bi maqasid asy-syari’ah (ketetapan makna didasarkan pada tujuan disyari’atkannya suatu teks/doktrin). Prinsip ini mencoba mencari sintetis-kreatif dalam menafsirkan teks dengan berpegang teguh pada tujuan disyari’atkannya sebuah doktrin. Sedangkan parameter yang ddigunakan tefsir ini kebenaran tafsir terletak pada tataran “fungsionalisme teks”, yaitu teks itu membawa pada kemlasahatan manusia sesuai nilai-nilai universal yang telah digariskan.
2.      Tafsir yang beroriantasi tekstual memahami terma islam sebagai sebuah agama yang mengandung seperangkan doktri yang telah baku (taken for granted). Islam dalam pandangan tafsir ini dianggap bukan hanya sebagai sebuah keyakinan (‘aqidah) semata, melainkan juga sebagai identitas dari sebuah agama yang terlembagakan yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Sedangkan tafsir yang berorientasi kontekstual memahami terma islam sebagai sebuah instrument agama dengan seperangkat doktrin yang bersifat universal dan progesif. Menurut tafsir ini, islam yangmencitrakan dirinya sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tidak mungkin bersifat kaku dan statis. Islam adalah sesuai dengan citranya yang bersifat elegan, progresif, dan dinamis. Dalam orientasi tafsir ini, kebenaran dan keselamatan itu dimilii setiap man aslama wajhahu lillah wa huwa muhsin (orang-orang yang menyerahkan diri pada Tuhan dan berbuat baik).
3.      Menurut penulis, sejatinya pandangan kedua paradigm tafsir tekstual dan kontekstual sejatinya tidak dilihatsebagai dua hal yang terpisah melainkan sebagai dua hal yang menyatu. Dalam arti, pemahaman tafsir tekstual terhadap ayat al-quran sebenarnya mempunyai arti menemukan  makna awal-objektif dari al-quran, sedang tafsir kontekstual menemukan makna kontekstualnya. Karena itu, ejatinya keduanya dipadukan.
Jika dipandang seperti ini yang ditawarkan, maka islam bisa dimaknai sebagai ajaran agama yang menempatkan nilai-nilai kedamaian sebagai prinsip dasar, sedang keselamatan dalam al-quran bermakna inklusif dan toleran. Karena itu, konsep keselamatan dalam al-quran tidak membatasi secara moral-spiritual bagi umat islam semata, tetapi juga bagi kalangan non-muslim yang beriman dan beramal saleh. Maka dalam konteks ini, keselamatan dalam pandangan al-quran adalah keselamatan dalam arti kesejahteraan, kedamaian, dan keberuntungan secara lahir dan batin dalam relasinya dengan Tuhan dan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

B.     Saran
Dari hasil temuan penelitian dalam buku ini, penulis menyarankan umat islam bersikap toleran dalam kehidupan beragama, karena islman mengajarkan kedamaian dan toleransi. Sebagai pemegang kendali, pemerintah harus menjadi wasit yang baik dalam kehidupan keberagamaan di Indonesia.
Kajian dalam penelitian disertasi ini merupakan salah satu usaha untuk menjelaskan secara akademis logis gua memahami secara komprehensif makna islam dan keselamatan sebagaimana pesan awal saat al-quran diturunkan. Pemaknaan dengan cara ini dengan sendirinya menjadi daya taeik bagi peneliti, akademisi, atau penentu kebijakan untuk lebih jauh melihat kreatif dalam memahami setiap ayat dari al-quran. Karena itu, penulis menyrankan:
1.      Hendaknya unmat islam bersikap toleran dalam kehisupan beragama, karena islam mengajarkan kedamaian dan toleransi.
2.      Sebagai pemegang kendali, pemerintah harus menjadi wasit yang baik dalam kehisupan keberagamaan di Indonesia.
3.      Adanya kajian lanjut, utamanya pada ayat-ayat yang selama ini pemahamannya dikuasai secara eksklusif dan absolut oleh sekelmpok umat islam.
Kata kunci:
·         Tafsir tekstual             : moral-spiritual, eksklusif, sayyid qutb
·         Tafsir kontekstual       : substansif, konteks, rasyid rida
·         Pemahaman terhadap Qs. Ali-Imran ayat 19 dan 85; Qs. Al-Maidah ayat 3
·         Penbahasan tentang sejarah dan paradigma tafsir tekstual dan kontekstual, berkenaan dengan konsep Islam dan keselamatan dalam Al-Quran. (tafsir dan ta’wil)
·         Abdullah darras: ayat-ayat Al-Quran bagaikan intan. Setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda denga apa yang terpancar dari sudut lainnya. Dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya dari sudut lainnya, maka dia akan melihat banyak disbanding apa yang kita lihat.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan