, , , ,

Ikhlas

ilustrasi ikhlas: jic / islamic-center.id


Menyoal ikhlas, adalah kewajiban dalam beragama. Melalui keikhlasan, iman akan menjadi sempurna. Dimana Ikhlas merupakan inti amal, dan sekaligus penentu diterima atau tidaknya suatu amal disisi Allah Swt., Amal tanpa ikhlas bagaikan kelapa tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan bagaikan benih yang tidak tumbuh. Kelapa tanpa isi, hanya akan sedikit berguna, seperti digunakan sebagai bahan mainan anak-anak. Raga tanpa nyawa hanya pantas untuk dikuburkan. Pohon tanpa buah hanya pantas dijadikan kayu bakar. Awan tanpa hujan, kurang memberi manfaat bagi manusia. Seorang anak tanpa garis keturunan, tidak berhak mendapat warisan. Dan, benih yang tidak tumbuh hanya akan membuat mata petani terbelalak saat musim panen tiba.

Ikhlas pun dinilai sebagai buah dari keimanan. Karena seorang beriman, hatinya pasti dibuat ikhlas oleh Allah Swt. Sehingga, tidak mungkin bilamana seseorang yang mempunyai sifat ikhlas, kalau bukan karena keimanannya kepada Allah Swt. Beruntunglah orang yang beriman serius dengan keimanannya itu karena hatinya digerakkan oleh Allah Swt. untuk menerima apa pun peristiwa dan kejadian yang telah ditetapkan-Nya.

Lebih lanjut, mukhlishin adalah orang yang ikhlas dan berusaha ridlha dengan berbagai ketetapan-Nya. Sementara mukhlasin, adalah orang yang telah belajar ikhlas, lalu dibuat Allah Swt. selalu ikhlas dengan takdirnya, kapan pun, dimana pun, dan dalam situasi seperti apapun. Yang menakjubkan, dikarenakan sifat adiluhur dari ikhlas ini, adalah seseorang tidak akan pernah peduli lagi dengan apa pun yang menimpanya. Tidak “geer” dengan pujian dan tidak minder karena celaan. Allahu ghaayatuna, Allah Swt. adalah tujuan dan arah hidupnya.

Adapun buah dari ikhlas, menjadikan seseorang akan senantiasa menjaga sikapnya dengan semua perkara yang telah disyariatkan oleh Allah Swt. Apa yang ada dalam hatinya itulah yang ia ucapkan, dan apa yang ia ucapkan itu juga yang ia amalkan. Ia tidak akan berani macam-macam dengan syariat Allah Swt. Karena Allah Swt. lah sebagai acuan dan sandarannya.

Contoh gambaran tentang ikhlas tertera dalam surat al-Baqarah (2) ayat 26 (intinya)

Barangsiapa menyedekahkan hartanya dijalan Allah, dengan keikhlasan, Allah akan membalasnya 700 kali lipat”

Janji adalah hutang, dan hutang tentu wajib untuk dilunasi. Tapi kalau yang berjanji itu Allah Swt., siapa yang masih ragu kalau janji itu tidak mungkin terlunasi? Pasti tidak satupun diantara kita yang berani meragukan kepastian janji-Nya, sebagaimana tersebut dalam surat al-Baqarah tadi. Namun demikian, dalam aspek perwujudan janji-Nya, akan menuai berbagai macam respon, baik terpenuhi seketika itu juga, secara bertahap, ataupun ditunda untuk waktu yang tepat menurut-Nya. Yang jelas, janji-Nya tidak akan pernah diingkari, dan tak akan pernah Dia mengingkari janji.

Terakhir, salah satu syarat yang diminta dan yang menjadi kunci jawaban-Nya adalah respons atas tindakan seseorang dalam bersedekah (beramal), sebagaimana diminta dalam kutipan surat al-Baqarah tadi, berupa keikhlasan hati orang tersebut. Padahal, untuk menakar rasa ikhlas dalam hati seseorang, takarannya berupa sejauh mana seseorang itu mensyukuri, bahwa semua rezeki yang diterimanya itu hanyalah amanah titipan dari Sang Khaliq, yang setiap saat bisa saja di ambil kembali, dengan berbagai macam bentuk pengambilannya.

Sumber referensi:

Al-Maliki, Abu Thalib. 2008. The Secret of Ikhlas. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Sentanu, Erbe. 2009. Zona Ikhlas. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

2 komentar:

Silakan