![]() |
ilustrasi tauhid: nurul huda / pitutur.id |
Ketika dilahirkan, manusia sepenuhnya dalam keadaan fitrah, yakni siap menerima ajaran agama Islam secara keseluruhan. Yang dengannya, dapat menjadi lebih mulia daripada malaikat, ataupun sebaliknya lebih rendah daripada hewan. Hal itu dikarenakan adanya spesialisasi tersendiri –yang membedakannya dengan makhluk lain– yakni akal dan hawa nafsu. Dimana dua term itu menjadi fondasi dasar bagi kehidupan seseorang, untuk mencari tahu siapa Tuhan dan siapa dirinya, sebagai makhluk yang diadakan. Untuk itu, perlu adanya keteguhan hati dalam menjalani kehidupan, dimana keteguhan akan lahir sebagai manifestasi tauhid dalam meng-Esakan Tuhan.
Secara etimologi, kata tauhid berasal dari bentuk masdhar berjenis kata kerja lampau, wahada yuwahidu wahdah, yakni mengesakan atau menunggalkan. Sedangkan secara terminologi, ilmu tauhid merupakan salah satu cabang ilmu studi keislaman, dimana fokus bahasannya pada wujud Allah Swt. dengan segala sifatnya, tentang para rasul-Nya, sifat-sifatnya dan segala perbuatannya dengan berbagai pendekatan.
Selanjutnya, obyek bahasan ilmu tauhid mencakup:
- Tauhid Illahiyah (ketuhanan), yang meliputi tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, dan tauhid dzat (asma wa sifat);
- Tauhid Nubuwwah (kenabian), sabagaimana firman Allah Swt. dalam Surat an-Nahl ayat 43: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali oran-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (yakni orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui; dan
- Tauhid Sam’iyyat, yakni sesuatu yang diperoleh lewat pendengaran dari sumber yang meyakinkan, (al-quran dan al-hadis). Misalnya tentang alam kubur, azab kubur, hari kebangkitan di padang mahsyar, alam akhirat, tentang ‘arsy, lauh mahfudz , dan lain-lain.
Adapun dasar-dasar ilmu tauhid meliputi dalil naqli dan dalil aqli. Dalil
naqli adalah pengetahuan tentang masalah-masalah agama yang diambil dari al-quran
dan al-hadis, sahih. Sedangkan dalil aqli adalah pengetahuan
yang didapat dari keputusan akal sehat, berdasarkan cara berfikir yang telah
ditentukan oleh ilmu pengetahuan. Dalil aqli bersifat sebagai sarana penyimpulan keterangan atas suatu
peristiwa. Bertolak dari beberapa peristiwa nyata, kemudian
diambil salah satu atau lebih untuk dijadikan kesimpulan yang
benar.
Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, membagi martabat tauhid pada tiga bagian, yakni:
- Martabat Tauhid fi al-qashri. Yakni tingkat keimanan muslim yang membedakannya dengan kayakinan dan keimanan ajaran ketuhanan agama lain.
- Martabat Tauhid fi al-qashri al-qashri. Yakni tingkat keimanan muslim dengan pernyataan dua kalimat syahadah, dimana pernyataan lahiriyah dengan pernyataan batiniyah sama, dan
- Martabat Tauhid fi al-lub. Yakni tingkatan tauhid, yang mana seseorang beriman dengan meyakini adanya Allah Swt. sesuai hati nuraninya (ainul bashirah).
Sebagai catatan, perbedaan ilmu tauhid dengan
ilmu-ilmu keislaman lainnya terletak pada obyek pembahasan, dimana ilmu tauhid memfokuskan
diri pada bahasan kepercayaan, aqidah. Dan terakhir, berdasarkan pengertian
dan kedudukan ilmu tauhid –yang mendasari semua keilmuan dan amalan dalam Islam–
maka ilmu tauhid berfungsi dalam dua bidang, dimana saling terjalin satu sama
lain, yakni bidang i’tiqadiyah (dasar mental dan bersifat dakwah) dan bidang
ijtihadi (berkenan dengan hal yang ilmiah).
Sumber rujukan
Hatta,
Ahmad. 2011. Tafsir Quran Per Kata. Jakarta: Maghfirah Pustaka
Mulyono & Bashori. 2010. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. Malang: UIN-Maliki Press
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan