![]() |
ilustrasi sekolah oleh doni gambar / id.pinterest.com |
Yang Dapat
Membangkitkan Kreativitas di Sekolah
Pembelajaran yang kreatif sangat ditentukan oleh sekolah yang
kreatif dan pastinya juga oleh guru yang kreatif. Oleh karena itu, perlu adanya
strategi dan indikator yang jelas terkait dengan bagaimana cara mengembangkan
sekolah kreatif sebagai upaya perbaikan mutu sekolah.[1] Sekolah
kreatif itu sendiri merupakan sebuah komunitas sekolah yang mengembangkan
sesuatu yang baru, berbeda, dan pendekatan kreatif yang mendukung peningkatan
prestasi dan menutup kesenjangan prestasi untuk semua siswa. Beberapa kriteria
yang dibutuhkan oleh sekolah yang menggunakan pengembangkan pendekatan sekolah
kreatif, meliputi[2]
1.
Aspek
desain pendekatan kreatif, yakni dengan menggerakan semua komponen. Seperti staf,
keluarga dan masyarakat; membangun rasionalisasi dengan dukungan data untuk
menyusun desain; menciptakan artikulasi program yang dipertahankan oleh
sekolah; mengindentifikasikan rencana desain untuk meningkatkan prestasi siswa;
mengidentifikasikan progam secara detail dengan membuat kriteria yang jelas
untuk target pencapaiannya; dan membuat instumen penilaian efektivitas
pencapaian tujuan sekolah.
2.
Aspek
masyarakat, dimulai dengan adanya partisipasi luas dari keluarga dan anggota
masyarakat dalam mengembangkan desain; berkolaborasi dengan staf untuk
menentukan bagaimana staf, keluarga dan anggota masyarakat akan berpartisipasi
dalam desain program dan pemantauan keberhasilannya; berkolaborasi dengan staff
untuk mengidentifikasi kepemimpinan dan tata kelola struktur untuk sekolah.
3.
Aspek
staf, yakni semua staf dapat bekerja optimal perminggu; mendukung semua program
yang sudah dirancang; berkolaborasi dengan keluarga dan masyarakat untuk
menentukan bagaimana staf, keluarga dan anggota masyarakat akan berpartisipasi
dalam desain program dan pemantauan yang keberhasilan; berkolaborasi dengan
keluarga dan masyarakat untuk mengidentifikasi kepemimpinan dan tata kelola
struktur untuk sekolah
Pengaturan Ruang
Kelas
Proses kreatifitas dalam pengaturan ruang kelas berkaitan erat dengan
manajemen kelas. Dimana, definsi menajemen kelas adalah serangkaian langkah
kegiatan menajemen kelas yang dilakukan bagi terciptanya kondisi optimal serta
mempertahankan kondisi optimal tersebut supaya proses pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efisien.[3] Suharsimi
Arikunto, menyatakan bahwa rincian tujuan manajemen kelas yakni pertama, terwujudnya situasi dan kondisi
kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. Kedua, menghilangkan berbagai hambatan
yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran. Ketiga, menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar
yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan siaoal,
emosional dan intelektual siswa dalam belajar. Keempat, membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang
sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.[4]
Kemudian, perlu diperhatikan beberapa prinsip dalam mengatur ruang
atau manajemen kelas yang perlu diperhatikan oleh guru.[5] Yakni visibility (keleluasaan pandangan),
dalam artian penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak
mengganggu pandangan siswa sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru,
benda atau kegiatan yang sedang berlangsung; Accessibility (mudah dicapai), penataan ruang harus dapat
memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan
selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup
untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak
mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
Flexibility (keluuwesan), barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata
dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan
tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode
diskusi, dan kerja kelompok. Kenyamanan,
kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan
kepadatan kelas. Dan keindahan,
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang
menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan
menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Lebih lanjut, penyusunan rancangan prosedur manajeman kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana bagan berikut[6]
Berdasarkan dua diagram dapat dijelaskan bahwa prosedur manajemen kelas dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Memahami hakekat konsep dan tujuan manajemen kelas.
- Menentukan masalahnya (preventif atau kuratif)
- Mempertimbangkan hakekat anak yang memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan sendiri, lalu memperhatikan kenyataan penyimpangan tingkahlaku yang ada.
- Menentukan masalahnya (individual atau kelompok)
- Menyusun rancangan prosedur manajemen kelas (preventif individual/kelompok atau kuratif individual/kelompok)
- Menjabarkan langkah-langkah kegiatan rancangan prosedur manajemen kelas yang meliputi penidentifikasian masalah, penganalisaan masalah, penilaian alternatif pecahan yang akan digunakan, pelaksanaan monitoring, pengumpulan balikan
- Melaksanakan rancangan yang telah disusun, dimana fungsi dan peran guru sangat menentukan
- Melaksanakan monitoring untuk mengetahui sejauh mana hasil pemecahan masalah itu dilaksanakan dan ditaati atau telah terjadi perkembangan
- Mendapatkan balikan, yaitu tahap pelaksanaan dengan menggunakan hasil monitoring untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Strategi Mengajar
Hakikat belajar bagi siswa bukan hanya mendapat pengetahuan dari
guru saja, tetapi juga melalui interaksi dan belajar bersama teman sebayanya.
Dalam hal ini, strategi yang dapat diterapkan untuk mewujudkannya yakni dengan
menggunakan strategi pembelajaran kreatif-produktif. Suatu model strategi
mengajar yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan
pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar.
Terdapat beberapa karakteristik pembelajaran kreatif-produktif yang
membedakannya dengan strategi pembelajaran lain,[7] yaitu:
(1) keterlibatan peserta didik secara intelektual dan emosional dalam
pembelajaran, (2) peserta didik didorong untuk menemukan dan mengkonstruksi
sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan
berbagai cara, (3) peserta didik diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab
menyelesaikan tugas bersama yang dilakukan dalam kegiatan eksplorasi,
interpretasi dan rekreasi.
Dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kreatif-produktif harus
dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Terdapat lima tahap strategi
pembelajaran kreatif-produktif,[8] yaitu (1)
Orientasi, dalam hal ini guru mengkomunikasikan
tujuan, materi, waktu, langkah-langkah pembelajaran, hasil akhir yang
diharapkan dari siswa, serta penilaian yang diterapkan. (2) Eksplorasi, pada tahap ini, siswa
melakukan eksplorasi terhadap masalah atau konsep yang dikaji. Eksplorasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, melakukan observasi,
wawancara, melakukan percobaan, menjelajah di internet, dan sebagainya. (3) Interpretasi, dalam tahap ini, hasil
eksplorasi diinterpretasikan melalui kegiatan analisis, diskusi, Tanya jawab,
atau bahkan berupa percobaan kembali, jika memang hal itu diperlukan kembali.
(4) Rekreasi, Dalam tahap ini, siswa
ditugaskan untuk menghasilkan sesuatu yang mencerminkan pemahamannya terhadap
konsep atau masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. dan (5) Evaluasi, evaluasi dilakukan selama
proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Selama proses pembelajaran
evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap dan kemampuan berpikir siswa.
[1] Sebagai perbandingan awal dalam
lingkungan belajar kreatif di sekolah, lihat pada artikel yang di tulis oleh Elisabet Sri Widayanti, “Manajemen
Lingkungan Belajar Di Sekolah Dalam Mengembangkan Daya Eksploratif, Kreatif Dan
Integral Peserta Didik,” Media Manajemen Pendidikan 1, no. 3 (2019):
52–57. Dia menyebutkan bahwa Lingkungan belajar terdiri dari
lingkungan belajar fisik dan non fisik atau sosial terintegrasi dalam proses
pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.
[2] Riana Nurhayati, “Indikator Sekolah
Kreatif,” Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 5, no. 2
(February 27, 2018): 202.
[3] Irur, “Prosedur dan Rancangan
Manajemen Kelas” (Universitas Pendidikan Indonesia, December 5, 2016).
[4] Mufid Tohirun, “Tujuan Manajemen
Kelas” (PPT presented at the Mata Kuliah Manajemen Kelas, IAIN Purwokerto,
October 4, 2016).
[5] Novianti Muspiroh and Asep
Kurniawan, “TANAMAN DALAM PENGATURAN RUANG KELAS UNTUK MENCIPTAKAN MEDIA DAN
LINGKUNGAN PEMBELAJARAN YANG KONDUSIF,” Scientiae Educatia: Jurnal
Pendidikan Sains 3, no. 2 (2014): 128–129.
[6] “Prosedur dan Rancangan Manajemen
Kelas.”
[7] Sawaluddin, Zedi Muttaqin, and
Saddan Sina, “Penerapan Model Pembelajaran Kreatif Produktif Untuk Meningkatkan
Aktifitas Belajar Mahasiswa Melalui Lesson Study Di Program Studi Pendidikan
Pancasila Dan Kewarganegaraan,” Inopendas Jurnal Ilmiah Kependidikan 2,
no. 1 (February 26, 2019): 44. Sebagai contoh penerapannya, dapat
dilihat pada artikel jurnal Tri Haryanti, “Penerapan Strategi
Pembelajaran Kreatif-Produktif Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS
Siswa Kelas V SDN Inpres 5 Birobuli,” Jurnal Kreatif Tadulako Online 4,
no. 7 (n.d.): 247–256.
[8] Dzikrullah Munoto, “PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KREATIF – PRODUKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BOJONEGORO,” Jurnal Pendidikan Teknik Elektro 04, no. 01 (2015): 57. Sebagai bahan tinjauan lebih lanjut, lihat pada artikel jurnal Budi Kuspriyanto Sahat Siagian, “STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA,” Jurnal Teknologi Pendidikan 6, no. 2 (October 2013): 134–140.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan