![]() |
ilustrasi foto oleh rusman/https://theglobal-review.com |
Menurut
perspektif sosiologis, gerakan sosial (social
movement) adalah “any broad social
alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an
aspect of social change within a society,” suatu aliansi sosial sejumlah
orang yang berserikat untuk mendorong atau menghambat suatu segi perubahan
sosial dalam suatu masyarakat.[1] Berbeda dengan perilaku
kolektif lainnya, gerakan sosial ditandai dengan tujuan jangka panjang untuk
mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.
Terlebih, menggunakan berbagai cara yang berada di luar institusi yang ada.
Secara
historis, gerakan sosial keagamaan memperoleh ruang yang cukup besar pasca
runtuhnya pemerintahan Soeharto tahun 1998.[2] Bila ditinjau lebih jauh,
terkhusus yang berkaitan dengan ke-Islaman (lembaga formal dan nonformal), akan
menuai pemetaan corak keagamaan berbasis ideologi yang dijalankan, setidaknya
ada tiga tipe ideologi keagamaan yang diartikulasikan dalam pendidikan Islam,
yaitu:
a. Tradisionalis,
yaitu corak yang mengartikulasikan dan toleran terhadap budaya lokal dalam
praktik keagamaan.
b. Modernis-eklektif, yaitu seraya melakukan modernisasi dengan menekankan rasionalitas,
dan juga mempertahankan tradisi salaf yang bersifat normatif konservatif.
c. Konservatif-modernis, yaitu ideologi yang meski melakukan modernisasi lembaga pendidikan,
namun watak normatif konservatif tetap terjaga, seraya melakukan penegasian
terhadap rasionalitas. Bahkan dalam banyak hal tipe ini bersifat antagonis terhadap
rasionalitas Barat
[1] Ahmad
Faqih, “Dialektika Orientasi Gerakan Sosial Keagamaan (Islam) di Indonesia,” At-Taqaddum
3, no. 1 (2016): 99.
[2] Saparudin
Saparudin, “GERAKAN KEAGAMAAN DAN PETA AFILIASI IDEOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM DI
LOMBOK,” MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman 42, no. 1 (25 Agustus 2018):
221, https://doi.org/10.30821/miqot.v42i1.506.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan