, , , , , ,

Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Pendidikan Agama Islam dengan Menggunakan Strategi Roll Playing

A.    Teori Belajar Humanistik

Gerakan psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat pada tahun 1950 dan terus berkembang. Para tokohnya berpendapat bahwa psikologi terutama psikoogi behavioristik mendehumanisasi manusia. Sekalipun psikologi behavioristik menunjukan keberhasilannya yang cukup spektakuler dalam bidang-bidang tertentu, namun sebenarnya gagal untuk memberikan sumbangan dalam pemahaman manusia dan kondisi eksistensinya.[1]

Dalam kondisi yang kurang bersahabat dan keluarga yang miskin. Maslow menghadapi kesepian yang amat mendalam, untuk mengatasi kesepian itu, dia selalu mengisinya dengan membaca buku. Begitu remaja, Maslow mulai mengagumi karya-karya para filosof seperti Alferd Nort, Whitchead, Henri Bergson, Tomas Jeffers, Abraham Lincon, Plato, dan Spinoza.[2]

Abraham Harold Maslow mendasarkan teorinya berdasarkan pada asumsi dasar bahwa manusia pada hakikatnya memiliki nilai intrinsik berupa kebaikan. Dari sinilah manusia memiliki peluang untuk dapat mengembangkan dirinya. Perkembangan yang baik sangat ditentukan oleh kemampuan manusia untuk mencapai tingkat aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi dalam teori Maslow.[3]

Dijelaskan lebih lanjut oleh Maslow dalam teori hirarki kebutuhan, bahwa kebutuhan manusia didorong oleh dua bentuk motivasi, yakni motivasi kekurangan dan motivasi pertumbuhan. Aktualisasi diri didorong oleh motif perkembangan yang diistilahkan dengan metamotivation atau B-values.[4]

Maslow berpendapat bahwa untuk menuju pada aktualisasi diri dibutuhkan lingkungan yang baik. Dalam diri manusia ada keraguan atau ketakutan pada pengembangan potensi pribadi atau kreativitas. Karakteristik aktualisasi diri, meliputi :

1.      Mampu melihat realitas secara lebih efisien.

2.      Penerimaan terhadap diri sendiri, orang lain dan qodrat.[5]

3.      Spontaitas, kesederhanaan, alami, bersifat jujur, tidak dibuat-buat dan terbuka.[6]

4.      Terpusat pada persoalan.

5.      Memisahkan diri : kebutuhan akan kesendirian.

6.      Otonom.[7]

7.      Apresiasi yang senantiasa segar.[8]

8.      Pengalaman-pengalaman mistik atau “puncak”.[9]

9.      Memiliki kesadaraan sosial.

10.  Hubungan interpersonal.

11.  Struktur watak demokratis

12.  Perbedaan sarana dan tujuan, baik dan buruk.

13.  Perasaan humor yang tidak mennimbulkan permusuhan.

14.  Kreatifitas.

15.  Daya tahan terhdap pengaruh kebudayaan.

 

B.     Pendidikan Agama Islam

Agama Islam adalah agama fitrah dan agama amalan, agama rohani dan perasaan, agama logika dan fikiran, agama masyarakat dan peraturan. Agama kanak-kanak adalah agama fitrah dan amalan. Agama pemuda atau pemudi adalah rohani dan perasaan. Agama orang dewasa adalah logika dan peraturan.

Dengan demikian teranglah, bahwa pendidikan agama Islam dibagi kedalam tiga fase, yakni :

1.      Fase pendidikan agama untuk kanak-kanak.

2.      Fase pendidikan agama untuk pemuda atau pemudi (sekolah menengah).

3.      Fase pendidikan agama untuk orang dewasa (mahasisiwa).

 

Berdasarkan fase tersebut, dapat dipahami mengenai :

1.      pengajaran agama di sekolah dasar[10]

Tujuan pengajara agama di sekolah dasar ialah mendidik kanak-kanak, supaya menjadi seorang muslim sejati., beriman teguh, beramal saleh dan berbudi pekerti yang baik, sehingga dapat hidup berdiri di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia. Pengajaran Agama di Sekolah Dasar dapat dibagi sebagai berikut :

a)  Keimanan (kepercayaan). Tujuan pelajaran keimanan, bukanlah menghafalkan rukun iman dan mengaji yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz pada akal, melainkan untuk menimbulkan perasaan keimanan kepada Allah dalam hati kanak-kanak, serta cinta kepada-Nya, sehingga ia mempunyai iman yang teguh dan kepercayaan yang kokoh kepada Allah dan mencintai-Nya lebih dari ibu-bapa dan guru.

b)   Akhlak (budi pekerti). Ahli didik dunia telah sepakat, bahwa pendidikan Akhlak, amat penting untuk melahirkan masyarakat yang adil, aman dan makmur dan bahwa semata-mata ilmu pengetahuan saja tidak cukup untuk melahirkan masyarakat demikian. Bahkan dapat membahayakan keamanan masyarakat dan kemakmuran Negara. Dengan demikian nyatalah bahawa akhlak, tidak dapat dipisahkan dari pada keimanan. Tiap-tiap orang beriman mustilah berakhlak, kalau tidak berakhlak berarti belum beriman, atau belum sempurnya keimanannya.

c)    Ibadat. Tujuan pelajaran ibadat, ialah mendidik kanak-kanak, supaya mengerjakan amal ibadat, sehingga dilaksanakannya dari kecil sampai dewasa dan pada hari tuanya. Sebab itu yang dipentingkan dalam pelajaran ibadat, ialah cara mengerjakannya menurut semestinya, sebagaimana diperbuat Nabi SAW. Serta dibiasakan mengerjakan ibadat itu. Dengan cara meneladani, seperti sabda Nabi SAW :


صلواكمارءيتمونىءصلى

Artinya      : “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku mengerjakan shalat.”

 

خذواعنىمناسككم

Artinya      : “ambillah dari padaku ibadat haji kamu.”

 

Sebab itu hendaklah kita contoh dan kita tiru, bagaimana Nabi mengerjakan amal ibadat, seperti wudlunya, shalatnya, puasannya, hajinya, dan yang lain.

d)    Al-Quran. Mempelajari Quran amat penting sekali bagi kanak-kanak di Sekolah Dasar, di surau-surau, dan di langgar-langar. Karena waktu itu tenaga hafalan kanak-kanak sangat kuat, sehingga mudah baginya menghafal ayat-ayat yang perlu dibaca dalam shalat atau diluarnya. Sebab itu sudah menjadi kebiasaan dari dahulu kala, kanak-kanak belajar Quran itu di surau-surau (di langgar-langgar) diseluruh Indonesia. Perguruan Quran itu harus kita hidupkan di Sekolah Dasar, di luar Sekolah, petang hari atau malam hari. Tetapi supaya pelajaran itu lebih teratur dan menghasilkan tujuan yang tersebut diatas, haruslah diturut cara yang baik untuk mengajarkannya

2.     pengajaran agama di sekolah menengah pertama (smp)[11]. (dan sekolah-sekolah yang setingkat dengan itu). Pengajaran Agama di Sekolah Menengah Pertama dapat dibagi sebagai berikut :

a)   Keimanan (Iktikad). Keimanan atau I’tiqad dalam Islam, berdasarkan akal dan pikiran yang waras dan sekali-kali tiada bertentangan dengan akal pikiran dan perasaan yang halus. Selain dari pada itu harus diterangkan juga pengaruh I’tiqad itu dalam mengatur kehidupan perserorangan dan kebahagiaan masyarakat. Dengan demikian pelajaran keimanan berhubungan juga dengan masyarakat.

b)      Ibadat. Pelajaran ibadat di tingkat Sekolah Menengah Pertama ini, seperti Sekolah Dasar juga, yaitu mementingkan amal perbuatannya (praktek), serta ditambah dengan menerangkn mana-mana yang perlu dan mana-mana yang sunat diantara amal perbuautan itu. Begitu juga diterangkan apa-apa yang membatalkan serta hikmah-hikmahnya untuk kehidupan perseorangan dan kebahagiaan masyarakat.

c)   Akhlak. Tujuan dari pengajaran akhlak yakni supaya mendidik murid-murid, berlaku sopan santun dan berakhlak mulia, sesuai dengan ajaran Islam dan masyarakat.

d)  Sejarah Islam. Tujuan mengajarkan sejarah Islam, ialah mempelajari sejarah Nabi Muhammad yang menyampaikan agama Islam kepada bangsa Arab khususnya dan umat manusia umumnya. Dengan mempelajari kehidupan Nabi Muhammad, murid-murid dan umat Islam akan mendapat ikutan dan tiru teladan yang baik untuk dijadikan contoh dan tiru teladan dalam segala tindak tanduknya, kelakuan dan tingkakh lakunya.

e)  Ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-Hadits. Rencana pengajaran Al-Quran di Sekolah Menengah Pertama hendaknya terdiri dari membaca Al-Quran dan Tafsir Al-Quran.

f)    Islam dan Kemasyarakatan. Setengah orang mengira, bahwa agama Islam hanyalah untuk kebahagiaan di kampung akhirat saja. Padahal Agama Islam, bukanlah untuk kampung akhirat saja, bahkan juga untuk kemasyarakatan di dunia ini, untuk kebahagiaan perseorangan dan kemakmuran masyarakat.

3.      pengajaran agama di sekolah menegah atas (sma)[12]. (dan sekolah-sekolah yang setingkat dengan itu). Pengajaran Agama di Sekolah Menengah Atas terdiri dari :

a)  Keimanan (tauhid). pelajaran keimanan di tingkat SMA ialah memperluas pelajaran keimanan yang telah diberikan di SMP, yaitu dengan membangkitkan semangat dan perasaan keimanan, serta diperkuat dengan dalil aqli dan naqli (Al-Quran dan Hadits).

b)     Fiqhi. Perbedaan pelajaran ibadat dengan fiqhi, ialah bahwa dalam pelajaran ibadat yang dipentingkan cara (kaifiat) mengerjakan ibadat menurut semestinya. Sedangkan dalam pelajaran fiqhi yang dipentingkan ialah menerangkan syarat-syarat, rukun-rukun, sunat-sunat, dan yang membatalkan.

c)   Sejarah Islam. Dalam metode pengajaran sejarah Islam di Sekolah Menengah Atas ini hendaklah turut metode mengajarkan sejarah Islam di SMP begitu juga contoh mengajarkan sejaran Islam.

d)    Akhlak. Tujuan dan metode mengajarkan akhlak di SMA sama dengan seperti tujuan dan mengerjakan mengajarkan akhlak di SMP.

4.      pengajaran agama di perguruan tinggi[13]. (fakultas-fakultas universitas negeri dan swasta). Pengajaran agama di Perguruan Tinggi sebagai bahan-bahan pokok kuliah yakni :

a)  Ke-Imanan. Sebagaimana diterangkan, bahwa agama orang dewasa ialah logika dan peraturan, maka pelajaran keimanan harus diberikan kepada mahasiswa, sesuai dengan keadaan mereka, sesuai dengann akal pikiran dan sesuai dengan logika mereka. Metode untuk pelajaran keimanan baik dipakai metode diskusi, bukan khutbah. Boleh juga dipakai metode kuliah untuk menerangkan pendapat ulama dan filosuf-filosuf, kemudian didiskusikan.

b)   Ke-Islaman. dalam pelajaran ke-Islaman dapat dibagi menjadi Ibadat atau fiqhi. Dalam pelajaran ibadat, setelah mahasiswa pandai melakukan ibadat sebaik-baiknya, didiskusikan hikmah dan filsafatnya, serta tujuannya yang tepenting, yaitu untuk kebahagiaan perseorangan dan masyarakat. Akhlak, Mengajarkan akhlak ialah dengan menerangkan ta’rif (definisi) akhlak yang baik dan lawannya. Kemudian didiskusikan kebaikan-kebaikan akhlak yang baik dan bahaya akhlak yang jahat (lawannya), serta diperhubungkan dengan masyarakat. Akhirnya disebutkan ayat Al-Quran atau Hadits yang berhubungan dengan akhlak itu. Konsepsi Islam mengenai hukum, sosial, ekonomi, dan yang lainnya. Mengisahkan konsepsi Islam, ialah dengan metode kuliah, kemudian dibandingkan dengan konsepsi lain.

c)   Ihsan. “Ihsan ialah bahwa engkau sembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jiwa engkau tidak melihat-Nya. Dia melihat engkau”. Dalam metode pengajaran Ihsan ini lebih diutamakan dalam praktiknya dalam kehidupan sehari-hari bagi para mahasiswa khususnya dan manusia pada umumnya.

 

C.     Strategi Belajar Roll Playing[14]

Kadang-kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Meka perlu didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu.

Dalam hal ini perlu digunakan theknik sosiodrama ialah siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia. Atau dengan roll-playing dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Karena itu kedua tekhnik ini hampir sama, maka dapat digunakan bergantian tidak ada salahnya.

Guru menggunakan kedua tekhnik ini dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami perasaan orang lain; dapat tepo dan toleransi. Kita mengetahui sering terjadinya perselisihan dalam pergaulan kehidupan antar kita; dapat disebabkan karena salah paham. Maka dengan sosiodrama mereka dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia bisa belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya. Keduanya siswa dapat mengerti dan menerima pendapat orang lain. Dalam kelompok tertentu sering terjadi perbedaan pendapat; yang satu mempunyai pendapat yang lain, hal itu terjadi karena perbedaan sudut tinjauan dan argumentasi yang berbeda. Dengan mendramatisasikan siswa dalam situasi peranan yang dimainkannya harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila perlu harus bisa mencari jalan keluar atau kompromi bila terjadi banyak perbedaan pendapat. Kemudian siswa dengan peranannya itu harus mampu mengambil kesimpulan atau keputusan; karena dalam kehidupan bersama kita tidak bisa hidup sendiri; apalagi bermasyarakat Indonesia berasaskan demokrasi, dan prinsip gotong royong serta kekeluargaan. Maka hal-hal yang menyangkut kesejahteran bersama perlu ada musyawarah dan mufakat agar dapat mengambil keputusan bersama. Maka siswa dengan bermain peranan, harus dapat melakukan perundingan untuk memecahkan bersama masalah yang dihadapi dan akhirnya mencapai keputusan bersama.

Dalam melaksanakan theknik ini agar berhasil dengan efektif, maka perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya ialah :

1.   Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan theknik ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing akan mencari permasalahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.

2.   Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.

3.   Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk mengatur adegan yang pertama.

4.    Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannnya itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.

5.  Jelaskan pada pemerean-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya, pandai bermimik maupun berdialog.

6.    Siswa yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai.

7.   Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.

8. Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu.

9. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu dibuka Tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

Dalam menggunakan tekhnik roll-playing ini terdapat beberapa kelemahan dan juga keunggulannya, yakni :

1.    Kelemahan. Kalau guru tidak menguasai tujuan intruksional penggunaan theknik ini untuk sesuatu unit pelajaran, maka sosiodramanya juga tidak akan berhasil. Dengan sosiodrama jangan menjadi kesempatan untuk menumbuhkan sifat prasangka buruk, ras diskriminasi, balas dendam dan sebagainya; sehingga menyimpng dari tujuan semula. Dalam hubungan antar manusia selalu memperhatikan norma-norma, kaidah sosial, adat istiadat, kebiasaan dan keyakinan seseorang, jangan sampai ditinggalkan, sehingga tidak menyinggung perasaan seseorang. Kelemahan terakhir bila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan model ini, sehingga akan mengacaukan berlangsungya sosiodrama, karena yang memegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama-sama.

2.   Keunggulan. Dengan tekhnik ini, siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena masalah-masalah sosial dapat berguna bagi mereka. Karena mereka bermain peranan sendiri, maka mudah memahami masalah-masalah sosial itu. Bagi siswa dengan berperan sebagai orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu. Ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama makhluk. Akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup, karena merasa menghayati sendiri permasalahannya. Juga penonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.

 

D.    Kesimpulan

Teori belajar humanistik dengan mengisyaratkan bahwa teori apa saja yang berorientasi memanusiakan manusia, maka termasuk dalam ranah kajian humanistik. Hal ini dapat dilihat dalam dunia pendidikan pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan strategi Roll-Playing, terlihat jelas bahwa tujuan dari strategi ini adalah memanusiakan manusia dengan jalan berperan seperti orang lain pada saat pembelajaran berlangsung, menggunakan karakter yang berbeda dengan dirinya sendiri. Sehingga, hal ini sangat bermanfaat dalam pembentukan karakter peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan dalam etika, moral, maupun akhlak yang ada di dalam masyarakat.

 

E.     Sumber Rujukan

Budiantoro Wahyu, dan Wiwit Mardianto. 2016. Aplikasi Teori Psikologi Sastra. Purwokerto: Kaldera.

Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga. Yogyakarta: Kamsius.

K, Roestiyah N. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Wagito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Yunus, Mahmud. 1980. Metodik Pendidikan Agama. Jakarta: PT Hidakarya Agung.



[1] Bimo Wagito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2002), hlm. 63

[2] Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, (Yogyakarta : Kamsius, 1987), hlm.28

[3] Ibid., hlm.80

[4] Ibid., hlm.82

[5] Ibid., hlm. 87-88

[6] Wahyu Budiantoro dan Wiwit Mardianto, Aplikasi Teori Psikologi Sastra, (Purwokerto: kaldera, 2016), hlm. 57

[7] Ibid., hlm. 90-91

[8] Ibid., hlm. 58-59

[9] Ibid. hlm.59

[10] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Metodik Pendidikan Agama, (Jakarta : PT Hidakarya Agung, 1980), hlm.22.

[11] Ibid, hlm.71.

[12] Ibid, hlm.82.

[13] Ibid, hlm.87.

[14] Roestiyah N K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991) hlm. 90-93 

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan