![]() |
ilustrasi foto medanfm.id |
Manusia, merupakan penghuni bumi dengan memiliki
kemampuan yang berlebih dibanding makhluk lainnya yang ada. Berasal
dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, ‘alaqah, dan mudgah, hingga akhirnya
menjadi makhluk yang sempurna, tetapi dengan beragam macam proses kehidupan
yang harus ia alami. Seiring dengan perjalanan hidupnya, manusia diberi
kecakapan diri atau yang biasa disebut dengan Multiple Intelligence, hal inilah yang menyebabkan ia untuk
berproses sekaligus terus berkembang dalam mencapai tingkat kemapanan diri,
kemapanan yang dimaksud disini adalah puncak dari pemaksimalan potensi sebagai
bentuk atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan bagi dirinya, sekaligus sebagai cara
dalam berekspresi untuk memberi kepada sesama. Di sisi
lain,
untuk menuju keadaaan puncak tersebut membutuhkan kesiapan
daya pikir yang bagus dan berdaya guna secara terus menerus, artinya hal ini
mengindikasikan tentang proses berpikir yang baik, berkelanjutan dan terus
berkembang. Permasalahan yang harus dihadapi sekarang adalah bagaimanakah cara
dalam menjaga konsistensi berpikir sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mendongkrak kinerja demi meraih “kepuasan” atas diri sendiri?
Dalam
menerjemahkan kata berpikir atau saya sebut dengan Rasio, dalam bahasa latin
“ratio” berarti berhubungan, pikiran. Secara umum, rasio menunjukkan modus atau
cara pengetahuan konseptual yang khas dan manusiawi. Rasio juga menunjukkan
sesuatu yang mempunyai atau mengandung rasio atau dicirikan oleh rasio, dapat
dipahami, dapat ditangkap. Dimana fungsi rasio adalah untuk
menemukan kebenaran yang pertanggung jawabannya paling memuaskan serta untuk
mencari titik temu suatu kebenaran dengan disertai bukti-bukti yang nyata dan
sesuai fakta serta memecahkan masalah yang berkaitan. Kemudian, dalam rangka
menyempurnakan rasio itu sendiri, diperlukannya keseimbangan antara otak kanan
dan juga otak kiri, yang mana ciri-ciri dari keseimbangan itu dapat digambarkan
dalam tebel berikut:[1]
Dominasi kiri |
Dominasi kanan |
Menggunakan
logika |
Menggunakan perasaan
atau intuisi |
Berorientasi
detail |
Berorientasi
secara keseluruhan |
Melihat fakta |
Melihat
imajinasi |
Kata-kata dan
Bahasa |
Symbol dan
gambar |
Hari ini dan
masa lalu |
Hari ini dan
masa depan |
Matematika dan
ilmu pngetahuan |
Filosofi dan
religi |
Mengetahui |
Memahami |
Mengetahui |
Mempercayai |
Mengakui |
Mengapresiasi |
Mempersepsi
urutan atau pola |
Mempersepsi
secara spasial atau ruang |
Mengetahui nama
objek |
Mengetahui
kegunaan objek |
Berdasar pada
realita |
Berdasar pada
fantasi |
Mengatur
strategi |
Berdasar pada
apa yang terjadi |
Realitas |
Terburu-buru
atau tidak sabar |
Bermain aman |
Mengambil resiko |
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diartikan bahwasanya
keseimbangan otak merupakan salah satu kunci dalam mencapai titik puncak seseorang
untuk meraih kepuasan. Dimana indikasi-indikasi dari dominasi kanan dan
dominasi kiri dipenuhi secara sempurna atau beriringan. Tidak semestinya
manusia hanya menggunakan dominasi kanan ataupun sebaliknya, yang jelas akan
berdampak pada pola kehidupan sehari-hari.
Namun, dipihak lain ada beberapa gangguan ingatan manusia yang mampu mempengaruhi kinerja otak secara maksimal, diantaranya sebagaimana disebutkan oleh Ahmadi dan Widodo dalam Psikologi belajar; 1991, yakni:
- Lupa. Suatu peristiwa seseorang tidak dapat memproduksi tanggapan meskipun ingatan itu dalam keadaan sehat.
- Amnesia. yaitu peristiwa sesorang tidak memproduksi tanggapan, karena ingatan dalam keadaan tidak sehat. Misalnya gagar otak.
- Paramnesia. Amnesia yang ringan, jadi masih mampu mengingat-ingat sedikit.
- Dayayu. Yaitu peristiwa seakan-akan belum kenal sesuatu yang sebenarnnya belum.
- Jemaisyu. Ialah peristiwa seakan-akan belum kenal kepada sesuatu yang sebenarnya sudah.
- Depersonalis. yaitu peristiwa seseorang tidak mengenal dirinya sendiri.
- Derealis. yaitu suatu peristiwa seseorang merasa asing dalam alam yang riil, yang sebenarnya.
Ganguan-gangguan ini haruslah ditangani dengan serius, sebagai
contohnya lupa. Lupa merupakan salah satu gangguan yang paling sering dialami
oleh sebagian besar manusia. Lupa diawali dari proses pemasukkan informasi
kedalam otak secara spontan dan cepat dalam jumlah yang banyak. Contoh kasusnya
adalah belajar SKS, kepanjangan dari belajar sistem kebut semalem, walaupun informasi yang didapatkan dari SKS
ini cepat ditangkap dan dipahami oleh otak dalam waktu dekat, namun pada
hakikatnya tidak mencapai pada taraf jangka panjang, apalagi esensi atau makna
dari informasi yang sebenarnya. Oleh karenanya, untuk mengatasi gangguan lupa
dalam hal ini adalah belajar, perlu diluruskan mengenai aktivitas belajar yang
sesungguhnya, yakni belajar adalah aktivitas keabadian[2].
Dengan belajar, sesungguhnya kita telah menanam benih-benih kebaikan. Berbagai
disiplin ilmu yang kita pelajari sebenarnya adalah amal ibadah kita. Karena
menuntut ilmu adalah ibadah, maka tentu saja tidak ada batasan waktu yang
melingkupinya.
Jadi, dalam rangka menjaga konsistensi berpikir untuk mendongkrak kinerja demi meraih “kepuasan” atas diri sendiri adalah terciptanya keseimbangan otak dari berbagai gangguan-gangguan ingatan manusia.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan