NAZA singkatan dari Narkotika, Alkhohol, dan
Zat Adiktif. Kesemuanya ini mendatangkan perasaan kecanduan bagi pemakainya dan
bahkan akan mendatangkan kematian apabila sampai pada tahap overdosis. Namun,
isitlah NAZA ini mempunyai padanan kata lain berupa NAPZA (Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif) yang intinya dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Secara umum,
mereka yang menyalahgunakan NAZA (termasuk pemakai ecstasy) dapat dibagi
dalam tiga kelompok besar, yaitu:
Pertama, ketergantungan primer. Kelompok pemakai ini ditandai dengan
adanya gangguan kejiwaan kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada
orang dengan kepribadian yang tidak stabil. Terhadap gangguan kejiwaan ini,
mereka mencoba mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi kepada dokter (psikiater)
dengan akibat terjadinya penyalahgunaan hingga pada ketergantungan kelompok ini
dapat dianggap sebagai pasien dan memerlukan terapi kejiwaan (psikiatrik)
serta perawatan, dan bukan hukuman.
Kedua, ketergantungan simtomatis, kelompokm pemakai ini adalah mereka
yang berkepribadian antisosial (psikopatik). Pemakai ecstasy (serta
NAZA) oleh mereka adalah untuk kesenangan semata, hura-hura, bersuka ria dan
sejenisnya. Pemakai ecstasy pada kelompok ini merupakan simtom atau
gejala dari ciri kepribadian antisosial atau psikopatik.
Mereka tidak hanya pemakai ecstasy
untuk diri sendiri, tetapi juga “menularkannya” kepada
orang lain dengan berbagai cara, sehingga orang yang baik-baik (tidak
berkepribadian psikopatik) pun dapat “terjebak” ikut memakai sehingga mengalami
ketergantungan. Kelompok ini memang pantas dikenakan sanksi hukum dan dapat dikategorikan
sebagai criminal. Pada umumnya pelaku
tindak criminal yang berulang kali
(residivis) adalah orang-orang dengan kepribadian antisoisal. Dan
salah satu gejala antisosialnya adalah penyalahgunaan NAZA (termasuk ecstasy),
seks bebas, serta perilaku menyimpang lainnya.
Ketiga, ketergntungan reaktif, yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena
dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan, dan tekanan kelompok sebaya (peer
group). Kelompok ini dapat dikategorikan sebagai “korban”, memerlukan
perawatan serta rehabilitasi, dan bukan hukuman.
Mengapa kelompok ini dikategorikan
sebagai korban? dari hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut, antara
lain:
a)
Rasa takut yang
timbul karena ketidakmampuan dan kegagalan dalam berinteraksi dan bersaing
dengan teman kelompok yang lebih mapan
b)
Intimidasi oleh
teman sebaya dengan akibat yang bersangkutan menarik diri atau bersikap
pasif-agresif dalam subkultur pemakai NAZA (termasuk ecstasy) sebagai
jalan keluarnya
c)
Induksi dari
teman-teman kelompok sebaya utnuk ikut dalam praktik penyalagunaan NAZA (ecstasy)
Untuk dapat menentukan ketiga
kelompok pemakai ecstasy ataupun
NAZA, diperlukan pemeriksaan psikiatrik, sehingga perlakuan terhadap mereka pun
akan berbeda pula terhadap kelompok ketergantungan simtomatis (kepribadian
psikopat atau antisosial), misalnya, perlu sanksi hukum disamping terapi dan
rehabilitasi
Sementara terhadap kelompok
ketergantungan primer perlu terapi dan rehabilitasi, dan untuk ini hendaknya
ada ketentuan hukum yang mengharuskannya. Sedangkan terhadap teman kelompok
sebayanya (peer group, yang biasanya
berkepribadian antisosial atau psikopat). Dan untuk ini hendaknya ada
ketentuan hukum yang mengharuskannya.
Sebenarnya prinsip utama dalam
penanggulangan penyalahgunaan NAZA termasuk ecstsy
ada dua yaitu supply reduction dan demand reduction. Bila keduanya
dapat berjalan secara sinkron, konsisten, dan berkesinambungan, maka
maraknya penyalahgunaan NAZA atau ecstasy
akan dapat diatasi. Sudah tentu harus disertai dengan perangkat hukum (UU) yang
memadai.
Referensi:
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari Psikiater. 1996. Konsep islam
memerangi AIDS & NAZA. Solo: PT. Amanah Grafika. Hlm. 162-168.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan